Pedoman Teknis PECINTA DRAKOR

MANUAL BOOK
PUSKESMAS BAGOANG
PECINTA DRAKOR
2020
I. PENDAHULUAN
Keadaan gizi yang baik merupakan syarat utama dalam mewujudkan sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas. Masalah gizi dapat terjadi di setiap siklus kehidupan, dapat terjadi sejak dalam kandungan (janin), bayi, dewasa atau usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipuluhkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.
Menurut data dari WHO, di seluruh dunia, 178 juta anak di bawah usia lima tahun diperkirakan mengalami pertumbuhan terhambat karena stunting. Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam rentang yang cukup waktu lama, umumnya hal ini karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun.
Bagi UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis), hal ini diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO. Selain mengalami pertumbuhan terhambat, stunting juga kerap kali dikaitkan dengan penyebab perkembangan otak yang tidak maksimal. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk.
Selain itu, efek jangka panjang yang disebabkan oleh stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, acap kali dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.
Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka panjang karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut:
1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama
2. Retardasi pertumbuhan intrauterine
3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori
4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stres
5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.
Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai. Kegagalan pertumbuhan mungkin telah terjadi di masa lalu seorang. Adapun gejala stunting antara lain:
1. Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
2. Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
3. Berat badan rendah untuk anak seusianya
4. Pertumbuhan tulang tertunda
Diakibatkan oleh asupan gizi yang kurang, mencegah Stunting tentu dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai. Dampak Stunting umumnya terjadi karena diakibatkan oleh kurangnya asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama anak. Hitungan 1.000 hari di sini dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun. Jika pada rentang waktu ini, gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran. Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
Oleh karena itu, upaya pencegahan baiknya dilakukan sedini mungkin. Pada usia 1.000 hari pertama kehidupan, asupan nutrisi yang baik sangat dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dirinya, asupan nutrisi yang baik juga dibutuhkan jabang bayi yang ada dalam kandungannya.
Lebih lanjut, pada saat bayi telah lahir, penelitian untuk mencegah Stunting menunjukkan bahwa, konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori.
Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1 – 3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan. Jadi, pastikan si kecil mendapat asupan protein yang cukup sejak ia pertama kali mencicipi makanan padat pertamanya.
Mengatasi stunsting tidak perlu protein dengan harga mahal. Salah satunya dapat dengan memanfaatkan daun kelor. Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatife untuk mengatasi masalah gizi (malnutrisi). Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya akan zat gizi untuk ibu dan anak pada masa pertumbuhan. Semua bagian dari tanaman kelor memiliki nilai gizi, berkhasiat untuk kesehatan dan manfaat di bidang industri.
Pemanfaatan tanaman kelor di Indonesia saat ini masih terbatas. Seiring dengan perkembangan informasi, maka terjadi pula perkembangan dan perubahan pola hidup masyarakat, termasuk pola hidup dalam memilih menu makanan sehari-hari. Banyaknya ragam pilihan makanan, menjadikan daun kelor sebagai makanan warisan kadang ditinggalkan. Mengingat fungsi dan manfaat tanaman kelor yang sangat beragam, baik untuk pangan, obat- obatan, maupun lingkungan maka informasi terkait manfaat tanaman kelor perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat agar dapat dibudidayakan secara luas dan dimanfaatkan secara optimal. Menurut penelitian yang dilakukan Sugianto (2016) menujukkan bahwa daun dengan kandungan terbaik adalah daun kelor pada lapisan daun muda dengan hasil analisis proksimat kadar air 13,19%, kadar abu 16,77%, kadar lemak 8,42%, kadar protein 39,00%, dan karbohidrat 35,88%.
Daun kelor dapat bermanfaat bagi orang yang tidak mendapatkan protein dari daging, bahkan daun kelor mengandung arginin dan histidin yang penting terutama pada bayi yang tidak mampu membuat cukup protein untuk pertumbuhannya. Sebuah studi komparatif tentang daun kelor segar bila dibandingkan dengan makanan lain mengandung 7 kali vitamin C dari jeruk, 4 kali vitamin A dari wortel, 4 kali lipat kalsium susu, 3 kali potassium pisang dan 2 kali protein dari yogurt.
II. LATAR BELAKANG
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh multi-faktorial dan bersifat antar generasi. Di Indonesia masyarakat sering menganggap tumbuh pendek sebagai faktor keturunan. Persepsi yang salah di masyarakat membuat masalah ini tidak mudah diturunkan dan membutuhkan upaya besar dari
pemerintah dan berbagai sektor terkait. Hasil studi membuktikan bahwa pengaruh faktor keturunan hanya berkontribusi sebesar 15%, sementara unsur terbesar adalah terkait masalah asupan zat gizi, hormon pertumbuhan dan terjadinya penyakit infeksi berulang.
Stunting pada anak-anak dikaitkan dengan kemiskinan yang pada akhirnya terjadi tinggi dan berat badan yang kurang pada saat dewasa, mengurangi kebugaran otot dan kemungkinan juga pada saat kehamilan yang meningkat kejadian berat lahir rendah. Bukti menunjukkan bahwa anak-anak stunting juga lebih cenderung memiliki pendidikan yang rendah, yaitu faktor langsung atau tidak karena faktor gizi atau pengaruh lingkungan. Stunting pada masa kecil mungkin memiliki dampak besar pada produkvitas pada saat dewasa, meskipun data statistik yang sulit ditemukan.
Salah satu tantangan utama yang saat ini dihadapi sektor kesehatan di Indonesia adalah kekurangan gizi anak kronis. Meskipun banyak perkembangan dan kemajuan kesehatan telah dilakukan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, namun masalah stunting tetap signifikan. Pertumbuhan stunting menggambarkan suatu kegagalan pertumbuhan linear potensial yang seharusnya dapat dicapai, dan merupakan dampak dari buruknya kesehatan serta kondisi gizi seseorang.
Penanggulangan balita gizi kurang dilakukan dengan pemberian makanan tambahan. Formula yang diberikan pada penderita gizi buruk mengacu pada standar WHO yang terdiri dari susu, minyak, gula, tepung, dan air. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diberikan selain formula WHO, yaitu formula modifikasi berupa formula yang cukup padat energi dan protein, terdiri dari bahan yang mudah diperoleh di masyarakat dengan harga terjangkau.
Banyaknya ditemukan kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Bagoang, yaitu di Desa Pangaur sebanyak 7 anak, Desa Bagoang sebanyak 5 anak, Desa Barengkok sebanyak 5 anak, dan Desa Neglasari sebanyak 5 anak pada bulan Maret 2020. Menyikapi kondisi tersebut, Puskesmas Bagoang perlu membuat terobosan baru dalam upaya pencegahan stunting di wilayahnya berdasar pada anjuran WHO yaitu pemberian PMT dengan formula modifikasi.
Melihat zat gizi yang tinggi pada daun kelor dan kemudahan untuk memperolehnya di masyarakat, maka dibentuklah inovasi PECINTA DRAKOR (Pencegahan Stunting Pada Anak Dengan Makanan Tambahan "Egg Roll" Dari Daun
Kelor) yaitu upaya pencegahan dan penanggulangan stunting dengan pemberian makanan tambahan modifikasi berupa “egg roll” yang terbuat dari daun kelor.
Inovasi ini didasarkan rekomendasi hasil penelitian yang menyebutkan bahwa konsumsi daun kelor merupakan salah satu alternatif untuk menanggulangi kasus kekurangan gizi di Indonesia. Vitamin A yang terdapat pada serbuk daun kelor setara dengan 10 (sepuluh) kali vitamin A yang terdapat pada wortel, setara dengan 17 (tujuh belas) kali kalsium yang terdapat pada susu, setara dengan 15 (lima belas) kali kalium yang terdapat pada pisang, setara dengan 9 (sembilan) kali protein yang terdapat pada yogurt dan setara dengan 25 (dua puluh lima) kali zat besi yang terdapat pada bayam. Oleh karena itu, informasi terkait manfaat tanaman kelor bagi perbaikan gizi perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar dapat dibudidayakan secara luas dan dimanfaatkan secara optimal.
III. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai upaya untuk mewujudkan kondisi gizi yang baik sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2. Tujuan Khusus
a. Memantau perkembangan masalah gizi di wilayah Puskesmas Bagoang
b. Mencegah masalah gizi di wilayah Puskesmas Bagoang
c. Mengatasi masalah gizi di wilayah Puskesmas Bagoang
IV. MANFAAT
1. Masyarakat memiliki status gizi yang baik
2. Masyarakat mampu mengkreasikan cemilan sehat untuk balitanya
3. Masyarakat mampu memahami pentingnya pencegahan stunting sejak dini
V. SASARAN
Sasaran kegiatan pencegahan dan penanggulangan stunting adalah balita gizi kurang dan balita yang mengalami stunting.
VI. PERAN LINTAS PROGRAM DAN LINTAS SEKTOR Kegiatan Lintas Program Uraian Tugas Lintas Sektor Peran yang diharapkan Pemantauan kasus gizi kurang dan stunting - Bidan desa - TPG - Menetapkan jadwal pelaksanaan - Koordinasi lintas program - Melakukan penimbangan BB dan pengukuran TB - Pencatatan hasil pengukuran - Pengolahan data hasil pengukuran - Pelaporan hasil pengolahan data - Kepala Desa - Kader - TOMA (RT&RW) - Melakukan pemantauan - Memberikan PMT MP-ASI - Melaporkan hasil pemantauan ke bidan desa atau TPG
VII. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN Kegiatan Pokok Uraian Kegiatan Metode Yang Digunakan Pemantauan kasus gizi kurang dan stunting - Identifikasi data bayi/balita yang akan dikunjungi - Melakukan kunjungan rumah - Melakukan wawancara - Melakukan pengukuran BB dan TB - Menentukan status gizi - Melakukan KIE - Melakukan pencatatan dan pelaporan - Mengatur jadwal kunjungan berikutnya - Kunjungan rumah - Ceramah - Wawancara
VIII. JADWAL TAHAPAN INOVASI DAN PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tahapan Inovasi Tanya Aku No. Tahapan Waktu Kegiatan Keterangan 1. Latar Belakang Masalah Januari 2020 Pelacakan kasus stunting di wilayah Puskesmas Bagoang 2. Perumusan Ide Februari-Maret 2020 Perumusan ide dari masukan semua pihak/ koordinasi dengan Kepala Puskesmas 3. Perancangan April 2020 Menyusun tim pengelola inovasi 4. Implementasi April 2020 Sosialisasi dan pelatihan pembuatan eggroll dari daun kelor
B. Pelaksanaan Kegiatan
Jadwal pelaksanaan kegiatan PECINTA DRAKOR terlampir
IX. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan untuk melihat apakah kegiatan sudah terlaksana sesuai jadwal yang telah direncanakan. Evaluasi ini dilakukan setiap tiga bulan sekali. Pelaporan dibuat dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.
X. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
Dokumentasi yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah bukti pelaksanaan kegiatan (notulen, daftar hadir, undangan). Pelaporan kegiatan ini dilakukan ketika selesai melakukan kegiatan dan dilaporkan kepada penanggung jawab Kepala Puskesmas. Evaluasi dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan melakukan analisis terhadap pelaksanaan kegiatan.
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Bagoang
dr Erlina Sri Lestari
NIP. 198102052014122001
Lampiran
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN No Uraian Kegiatan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1. Pelacakan Kasus Stunting ? ? 2. Sosialisasi program ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 3. Pencanangan program ? ? ? ? 4. Pemantauan program ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? 5. Evaluasi program ? ? ?
No Kegiatan 2020 2020 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1. Pemantauan kasus gizi kurang dan stunting ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?